Ketua APINDO Kaltim, Slamet Brotosiswoyo dan sejumlah pengurus menerima kunjungan Direktorat Antikorupsi Badan Usaha yang merupakan bagian dari Tim Pencegahan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), belum lama ini. APINDO Kaltim juga bekerja sama dengan United Nations Global Compact (UNGC), United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC) sebagai komitmen melawan korupsi di sektor berbasis lahan.
APINDOKALTIM.COM – Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia Kalimantan Timur (DPP APINDO Kaltim) mendukung aksi bersama melawan korupsi di sektor berbasis lahan. Dukungan ini disampaikan Ketua APINDO Kaltim, Slamet Brotosiswoyo, menyusul adanya kerja sama dengan United Nations Global Compact (UNGC), United Nations Office on Drugs and Crimes (UNODC) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI)
Menurut Slamet, kerja sama itu akan diwujudkan dalam workshop bersama antara Indonesia Global Compact Network (IGCN) sebagai representasi UNGC, bersama UNODC dan KPK dengan para anggota APINDO Kaltim.
Tujuannya meningkatkan kesadaran tentang masalah korupsi, menggabungkan pendekatan yang efektif, dan mengidentifikasi strategi antikorupsi untuk mempromosikan etika bisnis dan kode etik yang lebih kuat.
“Melalui workshop tersebut diharapkan memperkuat tingkat kematangan kebijakan anti korupsi perusahaan, serta mendorong para pemangku kebijakan publik yakni pemerintah bersama-sama mencegah praktik korupsi, khususnya di sektor lahan,” jelasnya.
Dalam keterangannya, IGCN menyebut latar belakang kerja sama tersebut adalah isu korupsi di sektor agribisnis menjamur seperti halnya di berbagai macam sektor lainnya. Khususnya pada sektor berbasis lahan, untuk menghadapi persoalan korupsi yang sangat kompleks dan sistemik, dibutuhkan upaya dan kolaborasi masif untuk menggeser budaya tersebut agar lebih bersih dan transparan.
Berdasarkan Kajian Kerentanan Korupsi dalam Sistem Perizinan Usaha Sektor Kehutanan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2014, potensi suap menyuap dalam sektor agribisnis mencapai angka Rp 22 miliar untuk setiap izin per tahunnya.
Adanya transformasi baik di sektor publik maupun swasta merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk lingkungan bisnis. Di tahun-tahun berikutnya, UNODC juga melakukan Penilaian Risiko Korupsi di sektor kehutanan di provinsi dengan penghasil kayu terbesar di Indonesia, yaitu Sumatera Selatan (2018), Kalimantan Timur (2019), Papua dan Papua Barat (2022).
Penilaian tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi risiko – risiko potensial, untuk menentukan manakah yang menjadi prioritas dan untuk mengembangkan strategi mitigasi yang hemat biaya.
Proses ini akan memperkuat kemampuan pemangku kepentingan terkait di pemerintah pusat dan daerah untuk meminimalkan risiko korupsi dan mencegah terjadinya skema korupsi.
Penilaian ini juga akan membantu pemerintah pusat dan daerah dalam memprioritaskan langkah-langkah yang ditujukan untuk pencegahan korupsi dan untuk menginformasikan intervensi strategis di sektor kehutanan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pasal 12 United Nations Against Corruption (UNCAC) mewajibkan Negara Anggota untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor swasta, termasuk juga mempromosikan pengembangan prosedur dan standar untuk menjaga integritas entitas swasta terkait, termasuk penerapan kode etik dan pengendalian audit internal yang memadai untuk membantu mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi.
Sesuai dengan prinsip kesepuluh perlawanan korupsi, UN Global Compact bekerja sama dengan berbagai organisasi untuk mempromosikan Aksi Kolektif, dengan menginisiasikan program tiga tahun “Anti-corruption Collective Action—Advancing Collective Action against Corruption” (ACCA).
Upaya ini tidak hanya untuk menghindari suap, pemerasan dan bentuk korupsi lainnya, tetapi juga untuk mengembangkan kebijakan dan program konkrit untuk mengatasi korupsi, meningkatkan integritas bisnis, meningkatkan transparansi dan mendorong sektor swasta, Pemerintah, dan masyarakat sipil untuk bersama-sama memajukan agenda anti korupsi, dengan berkontribusi pada pencapaian Pembangunan Berkelanjutan PBB —khususnya SDG 16 dan target 16.5, 16.6 dan 16.7 dalam memerangi korupsi.
Indonesia Global Compact Network (IGCN) meluncurkan inisiatif “Anti-Corruption Collective Actions (ACCA)” di Indonesia pada 9 Juni 2022 dan terus melakukan kegiatan untuk meningkatkan kolaborasi dan mendorong upaya aksi kolektif di antara berbagai pemangku kepentingan.
Inisiatif ini berfokus pada sektor agribisnis, dimaksudkan untuk mengidentifikasi isu-isu korupsi di sektor ini, mengkonsolidasikan informasi dan sumber daya, memobilisasi bisnis untuk menciptakan lingkungan yang lebih stabil dan aktif, serta melengkapi peraturan pemerintah untuk memerangi korupsi.
Menurut IGCN risiko korupsi dalam bisnis berbasis lahan merupakan yang paling tinggi, terutama pada saat alih fungsi lahan atau proses perijinan.
Sistem akuntabilitas yang tidak memadai juga berkontribusi pada pelemahan tata kelola dalam menangani korupsi, termasuk lemahnya sistem pelaporan pelanggaran (whistleblowing system).
Melalui aksi kolektif ini, IGCN bertujuan untuk memobilisasi bisnis dan mendorong partisipasi proaktif dari semua pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi yang dianggap lebih kredibel, dapat diterima, dan lebih berkelanjutan.
Workshop tersebut akan mencakup topik mengenai:
- Risiko Korupsi di Sektor Agribisnis
- Pedoman Pencegahan Korupsi (Panduan CEK KPK)
- Sepuluh Prinsip Global Compact
- Konvensi PBB Anti Korupsi (UNCAC) tentang Integritas Sektor Swasta
Baru-baru ini APINDO Kaltim juga menerima kunjungan Divisi Pencegahan KPK yang meminta masukan dari para pengusaha, upaya-upaya pencegahan korupsi. (*)