APINDOKALTIM.COM — Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kalimantan Timur menilai pembangunan jalur kereta api di Kalimantan Timur (Kaltim) menjadi kebutuhan mendesak untuk memperkuat konektivitas dan efisiensi logistik, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi serta keberlanjutan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Wakil Ketua DPP APINDO Kaltim, Reza Fadhillah Dja’far, mengatakan, keberadaan jalur kereta api akan memberikan dampak signifikan terhadap penurunan biaya logistik di wilayah Kaltim yang selama ini bergantung pada transportasi darat dan laut.
“Secara bisnis, kereta api bisa menurunkan biaya logistik hingga 20–30 persen karena operasionalnya linier dan efisien. Sebagai perbandingan, biaya angkutan kereta bisa sekitar Rp200 per kilogram, sementara truk mencapai Rp700 per kilogram,” ujar Reza di Balikpapan.
Menurutnya, penghematan tersebut menjadi peluang besar bagi sektor industri dan perdagangan di Kaltim, terutama dengan posisi strategis provinsi ini sebagai koridor utama menuju IKN. Infrastruktur transportasi yang efisien, kata Reza, menjadi fondasi penting agar roda ekonomi penopang IKN dapat berputar optimal.
“Kalau semua beban logistik masih bertumpu pada jalur darat, maka biaya transportasi akan semakin besar karena jalan kita dilalui kendaraan bertonase berat. Padahal, kondisi tanah di pesisir Kaltim cenderung lempung dan tidak stabil,” jelasnya.
Selain itu, Reza menilai jalur laut dan sungai tidak bisa menjadi solusi utama karena aksesnya terbatas. Sebaliknya, jalur kereta api akan membuka konektivitas antarwilayah potensial di Kaltim sekaligus membuka isolasi ekonomi di daerah-daerah pedalaman.
“Kereta api bisa menjadi solusi strategis untuk menghubungkan pusat-pusat produksi dan wilayah potensial di Kaltim, bahkan membuka peluang konektivitas ke wilayah Kalimantan lainnya—selatan, tengah, barat—hingga ke Sarawak dan Sabah,” tambahnya.
Lebih jauh, APINDO Kaltim menekankan pentingnya tiga kunci pengembangan ekonomi daerah, yakni IMI: Infrastruktur, Mandatori, dan Insentif. Reza menyebut, sektor swasta siap mendukung pengembangan proyek ini, tetapi pemerintah perlu memangkas proses perizinan yang masih sangat panjang.
“Saat ini ada sekitar 10 tahap perizinan yang harus dilalui untuk proyek kereta api. Kalau satu tahap saja memerlukan satu tahun, berarti butuh waktu 10 tahun hanya untuk perizinan. Padahal masa konstruksinya sendiri tidak selama itu,” ujarnya.
Karena itu, APINDO Kaltim mendesak agar pemerintah menerbitkan kebijakan dan regulasi khusus untuk mempercepat proses perizinan proyek perkeretaapian, terutama di wilayah IKN dan sekitarnya.
“Dari sisi investasi, estimasi kebutuhan dana untuk jalur kereta api di Kaltim mencapai Rp300–400 triliun. Ini jelas membutuhkan dukungan dari sektor swasta. Namun agar investor tertarik, iklim perizinan harus kondusif dan efisien,” tegas Reza.
APINDO berharap rencana pembangunan jalur kereta api Trans Kalimantan Timur tidak hanya memperkuat konektivitas antarwilayah, tetapi juga menjadi pintu bagi pertumbuhan ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. (*)