SEKTOR pembiayaan perumahan diprediksikan akan menggeliat usai ditekennya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Tapera yang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2016 tentang Tapera, diharapkan menjadi solusi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
PP Tapera yang sudah diteken Presiden Joko Widodo bulan Mei 2020 lalu, jadi paying hokum penyelengaraan pungutan iuran yang akan dilakukan oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dalam waktu dekat.
BP Tapera akan memungut sekaligus mengelola dan untuk perumahan bagi PNS, prajurit TNI dan Polri, pekerja di perusahaan BUMN dan BUMD, serta perusahaan swasta.
Iuran atau pengutan Tapera besarannya 3 persen, dimana 0,5 persen ditanggung pemberi kerja dan 2,5 persen ditanggung pekerja (gaji dipotong untuk iuran Tapera). Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.
Target awal peserta Tapera adalah PNS, kemudian TNI dan Polri, dimana Tapera diharapkan dapat menjangkau 6,7 juta peserta dari ASN, TNI-Polri, BUMN dan BUMD. Sementara pekerja swasta diberi tenggat waktu 7 tahun sejak BP Tapera beroperasi.
Menanggapi kebijakan pemerintah ini, Ketua DP Prov Apindo Kaltim, M. Slamet Brotosiswo menilai, di satu sisi Tapera jadi solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah—khususnya pekerja swasta. Namun di sisi lain, Tapera juga menambah “beban” pengusaha dan pekerja, mengingat sejauh ini cukup banyak komponen biaya yang mesti ditanggung mereka. Sebelum ada Tapera, selain diwajibkan membayar upah sesuai UMP/UMK, pengusaha juga ikut menanggung kepesertaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. “Ini, belum termasuk beban post majure seperti dampak wabah corona atau covid-19. Untungnya, bagi swasta kebijakan Tapera masih diberi tenggat waktu hingga 7 tahun sejak BP Tapera beroperasi,” ujar Slamet BS.
Karenanya, lewat Apindo Nasional, pihaknya sebut Slamet telah mengusulkan—agar Tapera ini perlu kajian mendalam—sebelum diterapkan di sektor swasta. “Kebijakan rumah murah atau biasa disebut rumah Jokowi saja, sejauh ini belum sepenuhnya bisa dijangkau pekerja, termasuk di Kaltim. Lalu bagaimana beban pengusaha kalau ditambah lagi dengan Tapera,” ujarnya.
Intinya, lanjut Slamet, Apindo tidak menolak Tapera. Namun, perlu kajian matang, kalau program ini diterapkan di sektor swasta. “Tentu, kami tidak ingin sektor swasta yang diminta segera move on di waktu new normal, kembali lesu dengan kebijakan baru yang kurang menstimulus dunia usaha,” tukasnya.(*)