PARA pengusaha menengah dan kecil (UMKM) selama ini kerap dibikin “pusing” dengan pelaksanaan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten-kota (UMK), tampaknya bisa tersenyum lega. Mengapa? Jika usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim disetujui Gubernur H. Israan Noor, maka para pengusaha UMKM tidak perlu lagi membayar gaji pekerjanya dengan standar UMP atau UMK, tapi cukup dengan standar cluster.
Gagasan berani Apindo Kaltim ini, tentu saja diharapkan jadi solusi dan berdampak positif bagi semua pihak. Sebab, dengan upah cluster, paengusaha golongan UMKM tidak perlu khawatir lagi dengan penerapan UMP dan UMK. Sementara bagi pekerja, selain mereka tetap dibayar, ada peluang besar diikutkan dalam program kepesertaan keanggotaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Selama ini, sebagia besar pekerja di sektor UMKM praktis tidak ada jaminan asuransi kesehatan dan ketenagakerjaan. Jika mereka terkena musibah, semisal kecelakaan dan lainnya, biaya yang timbul pasti ditanggung pribadi. Padahal, upah yang diterima juga tidak seberapa besar, bahkan tidak sampai standar UMP atau UMK,” kata Ketua DP Provinsi Apindo Kaltim, M. Slamet Brotosiswoyo.
Slamet yang didampingi Sektretaris dan bendahara DP Prov Apindo Kaltim, H. Soegianto dan Herjohn Song mengungkapkan, upah cluster jadi solusi terbaik bagi semua pihak, khususnya pengusaha UMKM dan pekerjanya. Sementara dari sisi pemerintah, tercover-nya upah cluster di sektor UMKM, juga memudahkan dalam upaya pembinaan dan pendataan pegusaha dan pekerja.
“Kami tinggal menunggu keputusan Gubernur H. Isran Noor. Karena Apindo Kaltim sudah menyurati dan membahas soal ini dengan Disnakertran Provinsi Kaltim,” ujarnya.
Adapun besaran upah cluster minimum yang diusulkan Apindo Kaltim , mengacu pada parameter jumlah Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Yakni, untuk pengusaha kecil berdasarkan 35 komponen KHL, pengusaha menengah 45 komponen KHL dan pengusaha besar 65 komponen KHL.
Cluster upah minimum ini untuk membedakan skala / golongan upah tenaga kerja pada perusahaan dimana tenaga kerja bekerja (perusahaan kecil, menengah dan besar). Sehingga, upah yang dibayarkan tidak sesuai dengan UMP/UMK, karena disebabkan olah salah satu factor ketidak-mampuan financial pengusaha—yang gilirannya pekerja tidak didaftarkan dalam kepesertaan keanggotaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.(*)