MAKIN OPTIMIS : Suasana hearing atau rapat dengar pendapat terkait agenda pembentukan LSP KPN, yang berlangsung di Gedung DPRD Kaltim, Selasa 27 Oktober 2020.
APINDOKALTIM.COM – Komisi IV DPRD Kaltim dan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Pemprov Kaltim secara bulat dan sepakat mendukung penuh program sertifikasi kompetensi dan lahirnya Lembaga Sertifikasi Profesi Konstruksi Progress Nasional (LSP KPN)—yang diinisiasi DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kaltim.
Dukungan kesepakatan ini terungkap saat dilaksanakan hearing atau rapat dengan pendapat (RDP), yang difasilitasi Komisi IV DPRD Kaltim, di Gedung DPRD Kaltim Karang Paci, Selasa 27 Oktober 2020.
Selain Komisi IV DPRD Kaltim dan DPP Apindo Kaltim, hearing ini juga dihadiri sejumlah OPD Pemprov Kaltim. Seperti dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR), BP SDM Kaltim, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yacub mengatakan, saat ini pasar industri atau dunia kerja di Kaltim, tidak lagi menerima ijazah dari lulusan SMA – SMK, tapi sertifikasi keahlian.
Penyebabkan kata Rusman, sistem pendidikan vokasi yang dijalankan selama ini “salah” sejak awal—karena lulusan SMA-SMK hanya dibekali modal ijazah, tanpa keterampilan dan sertifikasi kompetensi. Sebaliknya, industri dan dunia kerja sulit menerima tanpa sertifikasi kompetensi.
“Terjadinya ketimpangan ini yang sangat mengkhawatirkan kita semua, terkait nasib anak-anak Kaltim ke depan, khususnya dalam peran mereka menyambut persaingan dunia kerja yang makin ketat, misalnya saat pemindahan ibukota negara (IKN) dan megaproyek besar dilaksanakan di Kaltim,” ujarnya.
Sebagai anggota dewan, kata Rusman, di berbagai forum yang dia ikuti, selalu timbul persoalan masyarakat Kaltim terkait kontribusi dan keterlibatan dalam pembangunan di provinsi ini.
“Makanya, kami mendesak Pemprov Kaltim untuk sedikit mengubah pola atau sistem pendidikan vokasi di SMK. Misalnya, waktu pendidikan ditambah 1 tahun, sehingga sebelum lulus para siswa dibekali sertifikasi kompetensi atau ikatan kontrak kerja dengan perusahaan atau instansi. Ini bisa dilakukan, jika semua pihak berkolaborasi dalam memutuskan kebijakan sistem pendidikan vokasi di Kaltim,” tuturnya.
Sebab itu, DPRD Kaltim diakuinya mengapresiasi prakarsa DPP Apindo Kaltim dalam mendorong percepatan program sertifikasi kompetensi ini, termasuk realisasinya program lewat hadirnya LSP KPN.
Hanya saja Rusman mengingatkan, Apindo tidak mungkin bergerak sendiri dalam melaksanakan program ini. “Makanya kenapa DPRD mengundang semua OPD terkait di Pemprov Kaltim, tujuannya agar program ini bisa berkelanjutan dan didukung banyak pihak dan stakeholders,” paparnya.
Menurut Rusman, diperlukan suatu sistem atau aturan pembiayan yang sifatnya kolaboratif terkait pelaksanaan LSP KPN Apindo. Artinya, pembiayaan untuk kegiatan LSP tidak hanya bersumber dari pemerintah, tapi juga dari dana corporate social responsibility (CSR) perusahaan dan pihak ketiga yang tidak mengikat.
Dalam diskusi yang berlangsung lebih 1 jam itu, juga disepakati sejumlah hal. Misalnya, pelaksanaan program sertifikasi khususnya untuk anak-anak lulusan SMA – SMK dan calon pekerja, di bawah koordinasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim. Namun OPD terkait tetap ikut berada dalam koordinasi tim, termasuk dari DPP Apindo Kaltim.
Selain itu, disiapkan juga sebanyak 12 lembaga pelatihan kerja (LPK) di Samarinda dan Balikpapan, untuk Tempat Uji Kompetensi (TUK). “Kita akan manfaatkan LPK yang sudah ada untuk TUK ini, termasuk menyiapkan lokasi TUK baru baik itu di lingkungan OPD ataupun di perguruan tinggi,” ucap Rusman.
GAP CUKUP BESAR
Sementara Yusliando dari DPU & PR Kaltim, mengungkapkan, kebutuhan tenaga kerja konstruksi di Kaltim tahun 2021 mendatang sampai mendukung pembangunan IKN mencapai 3.625.918 orang. Jumlah ini, terdiri dari 558.966 tenaga ahli dan 3.066.953 tenaga terampil.
Ia mengungkapkan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kaltim sampai dengan tahun 2019, total tenaga kerja sektor konstruksi sebesar 101.671 orang atau 5,96% dari total penduduk Kaltim yang bekerja.
Berdasarkan data dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kaltim, terang dia, sampai tahun 2019—total tenaga kerja sektor konstruksi yang bersertifikat sebesar 15.116 orang atau 14,86%. Terdiri dari 5.110 tenaga ahli dan 10.006 tenaga terampil.
“Dengan demikian, terjadi gap atau ketimpangan yang besar tenaga kerja sektor konstruksi sebesar 86.555 orang yang belum bersertifikat dan itu didominasi oleh tenaga terampil,” paparnya.
Saat ini, lanjut Yusliando, kemampuan pemerintah untuk membiayai program sertifikasi kompetensi sekira 4 ribu orang pertahun. Sementara kewenangan untuk program ini di Kaltim, sejatinya ada di tingkat kabupaten – kota. Hanya saja, yang disertifikasi baru sekira 400-an pertahun.
Di sisi lain, kata dia, peran Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) akan berakhir dalam waktu dekat dan digantikan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). “Ada dua pendekatan terkait hal ini. Pertama, LSP dapat dibentuk asosiasi jasa konstruksi. Kedua, LSP dan sertifikasi dilakukan oleh lembaga diklat,” terangnya.
Di Kaltim, dari tiga katagori LSP yang bisa dibentuk, yakni LSP P1 (SMK, perguruan tinggi), LSP P2 (internal perusahaan) dan LSP P3 (umum). “Yang diperlukan saat ini, adalah LSP P3, karena belum ada di Kaltim. Jika memakai LSP yang sudah ada di Jawa, timbul biaya yang tidak murah, karena LSP dan asesornya mesti didatangkan dari luar Kaltim, termasuk biaya untuk TUK – nya,” imbuh dia.
Sebab itu, inisiasi DPP Apindo Kaltim membentuk LSP KPN disebutnya adalah solusi ideal. “Jika LSP KPN ingin cepat bergerak, memang perlu dukungan semua stakeholders, termasuk dari Pemprov dan DPRD Kaltim,” ucapnya.(*)