Dukungan pembentukan LSP Konstruksi di Kalimantan Timur diberikan oleh Politeknik Balikpapan, hal ini terlihat dalam perjanjian kerja sama yang ditandangani oleh Direktur Poltekba Ir. Ramli dengan Ketua APINDO Kaltim, dua tahun lalu. Sampai saat ini BNSP belum memberikan lisensi, meski seluruh persyaratan telah dipenuhi. 

 

APINDOKALTIM.COM – Asosiasi badan usaha jasa konstruksi nasional terancam kolaps akibat kesulitan dalam
mengurus Sertifikat Badan Usaha (SBU). Berdasarkan data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Kementerian PUPera dari jumlah subklasifikasi yang akan akan habis masa berlaku sampai Desember 2022 sejumlah 215.860 subklasifikasi. Namun sejak operasionalisasi 11 (sebelas) LSBU sampai bulan Juni 2022 lalu baru diterbitkan sub-klasifikasi sejumlah 25.701 sub-klasifikasi.

Jika sampai Desember 2022 diperkirakan dengan tingkat layanan sama maka di akhir tahun 2022, baru akan terbit 50 ribuan sub-klasifikasi. “Artinya hanya sekitar 11 % saja jumlah sub-klasifikasi dari Badan Usaha yang bisa beroperasi, sisanya 88 % diperkirakan sudah tidak bisa melanjutkan usaha/mati dan bisa berdampak langsung pada terganggungnya realisasi pembangunan infrastruktur,” tulis asosiasi melalui pernyataan pers yang dirilis 20 Juli 2022.

SBU merupakan salah satu persyaratan utama dalam mengikuti lelang pekerjaan oleh pemerintah. Bahkan berdasarkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 05 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pelaku usaha bidang konstruksi terancam ditutup apabila tidak memiliki SBU yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Badan Usaha sebagai lembaga yang dibentuk oleh Asosiasi Badan Usaha terakreditasi,

Minimnya badan usaha yang belum memiliku SBU selain karena minimnya LSBU, juga disebabkan oleh beratnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah badan usaha untuk bisa mendapatkan sertifikasi badan usahanya.

“Kami pengurus asosiasi-asosiasi badan usaha sudah beberapa kali berusaha menyampaikan baik secara lisan maupun bersurat secara resmi agar aturan di PP No. 05/2021 bisa segera direlaksasi, namun belum mendapat respons,” tulis asosiasi.

Beberapa usaha yang sudah ditempuh antara lain:

a. Kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI terkait dengan pemberian relaksasi sertifikasi Badan Usaha yang disampaikan langsung di depan forum Pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) GAPENSI pada tanggal 22 Januari 2022, sebagai respons permohonan asosiasi.

b. Pertemuan Badan Pengurus Pusat GAPENSI Pusat dan perwakilan dari Badan Pengurus Daerah dengan Dirjen Bina Konstruksi dan Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Kementerian PUPR pada tanggal 24 Januari 2022 terkait dengan Pokok-pokok Pikiran Musyawarah Kerja Nasional GAPENSI 2022 tentang Relaksasi Sertifikasi Badan Usaha.

c. Surat-surat dari asosiasi Badan Usaha kepada Pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait permintaan relaksasi persyaratan sertifikasi Badan Usaha (terlampir).

d. Hasil pertemuan Asosiasi Badan Usaha terakreditasi pada tanggal 14 Juli 2022 di Rumah Makan Kembang Goela Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi-asosiasi Badan Usaha yakni: GAPENSI, INKINDO, AABI, GAPEKNAS, AKTI, PERKINDO, GAPEKSINDO, ASPEKNAS, AKI dan GAPENRI, AKTI, dan ASPEKINDO.

“Namun hingga saat ini permohonan asosiasi kepada pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, belum mendapatkan tanggapan apapun dalam hal persyaratan perolehan Sertifikasi Badan Usaha bagi Badan Usaha anggota.”

Berikut adalah permohonan asosiasi badan usaha jasa konstruksi:

1. Memberikan kemudahan persyaratan pemenuhan tenaga kerja bersertifikat SKK untuk kualifikasi Kecil dengan menyampaikan surat pernyataan komitmen pemenuhan ketersediaan tenaga kerja bersertifikat sampai dengan 31 Desember 2023 sambil menunggu tindak lanjut Amar Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan UU No. 11 tahun 2020 beserta peraturan turunannya. Selain itu jumlah LSP (Lembaga Sertifikat Profesi) yang sudah beroperasi masih sangat sedikti dibandingkan dengan kebutuhan akan jumlah tenaga kerja yang dipersyaratkan di seluruh jenjang.

Dari data per 8 Juni 2022, saat ini LSP baru bisa memproduksi 7,373 orang pemegang SKK untuk semua jenjang, jika kebutuhan SKK tiap BU sesuai PP 05/2021 adalah minimal 1 orang PJTBU dan 1 PJSKBU. Saat ini jumlah BU aktif data di LPJK adalah 100,711 jika masing-masing BU perlu 2 pemegang SKK maka diperlukan setidak-tidaknya 201,422 pemegang SKK. Sekali lagi: jumlah Badan Usaha yang harus menutup usahanya akan semakin banyak karena jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat sebagai persyaratan SBU sangat tidak mencukupi.

2. Mempercepat penambahan penyusunan SKKNI pada jenjang jabatan kerja tertentu yang sangat diperlukan untuk PJTUB dan PJSKBU pada jenjang 6 dan 5 dalam rangkan pemenuhan persyaratan SKK badan usaha kualifikasi kecil. Agar produksi SKK oleh LSP-LSP bisa semakin banyak.

3. Menyegerakan diterbitkan aturan relaksasi terkait Persyaratan Perizinan Berbasis Resiko yang diatur dalam PP No. 05/2021:

a. Nilai penjualan tahunan didasarkan pada perolehan pekerjaan dalam rentang waktu 3 (tiga) kali masa berlaku SBU (9 tahun) ke belakang, saat ini dipersyaratkan hanya 3 tahun ke belakang.

b. Rekaman Kontrak Kerja Konstruksi sebagai bukti Pengalamam Pekerjaan dapat digunakan sebagai persyaratan Penjualan Tahunan beberapa sub-klasifikasi yang sesuai, saat ini dipersyaratkan satu bukti Kontrak Kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.

c. Persyaratan kemampuan keuangan diberlakukan sebagai persyaratan kualifikasi Badan Usaha, saat ini merupakan persyaratan keuangan per sub-klasifikasi sehingga modal yang dibutuhkan semakin besar.

d. Jumlah tenaga kerja konstruksi PJSKBU sebanyak satu orang dapat dipergunakan untuk memenuhi persyaratan 5 (lima) sub-klasifikasi SBU pada klasifikasi yang sama, saat ini diberlakukan satu tenaga kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.

“Kami yakin permohonan kami tidak akan sampai mengorbankan kualitas layanan jasa konstruksi kami di proyek-proyek konstruksi nasional baik melalui APBN/APBD, karena permintaan tersebut masih dalam tahap sangat wajar disesuaikan dengan kondisi nyata dari badan-badan usaha anggota kami saat ini,” tulis asosiasi dalam pernyataan yang diterima redaksi.

Jika permohonan tersebut tidak segera dikabulkan maka akan semakin banyak Badan Usaha Jasa Konstruksi yang tidak bisa melanjutkan usahanya yang hal ini jelas-jelas bertentangan dengan semangat adanya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang seharusnya lebih memberikan kemudahan dalam berusaha. Dan akan semakin banyak para pekerja konstruksi yang kehilangan pekerjaannya dan pengangguran akan semakin bertambah serta dikhawatirkan tingkat kemiskinan juga akan semakin besar, karena badan usahanya sudah tidak bisa beroperasi lagi menjalankan usahanya akibat sulitnya mengurus sertifikasi Badan Usaha-nya.

LSP MANDEG

Kesulitan dalam membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) sebagai salah satu pencetak pekerja kompeten, diakui Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kaltim, Slamet Brotosiswoyo. Menurut Ketua DPP APINDO Kaltim 3 periode ini, sudah dua tahun upaya APINDO menjembatani pembentukan LSP, macet ditangan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

“Segala bentuk persyaratan dan dukungan yang diperlukan untuk mendirikan LSP sudah kami penuhi. Bahkan, dukungan secara tertulis dari Pak Gubernur dan DPRD Kaltim secara lembaga. Namun sampai saat ini, BNSP belum memberikan lisensi tanpa informasi yang terang,” kata Slamet Brotosiswoyo.

Slamet telah melakukan berbagai upaya prosedural untuk menanyakan perkembangan pembentukan LSP bidang konstruksi dan K3 Migas, namun tak mendapat respons yang memadai. Pendirian LSP bidang konstruksi di Kaltim, menurut Slamet sangat penting, supaya SDM dan pelaku usaha di daerah ini dapat berpartisipasi dalam membangun IKN.

Terkait keluhan ini, Tenaga Ahli Tim Transisi Ibu Kota Nusantara (IKN) Profesor Masjaya menyatakan akan menyampaikan berbagai keluhan masyarakat terkait proses pembangunan IKN. Termasuk dari kalangan pengusaha. Pernyataan itu diungkapkan Rektor Universitas Mulawarman, saat bertemu dengan pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kalimantan Timur.

“Kita akan minta supaya ada afirmasi atau perlakuan khusus demi masyarakat kaltim, tentunya tidak asal afirmasi,” kata Masjaya. Ia menyampaikan perlunya keterlibatan pengusaha daerah dalam percepatan pembangunan IKN. “Karena itu perlu kolaborasi supaya elemen besar ini bisa mengambil peran penting untuk melibatkan masyarakat dalam percepatan pembangunan IKN,” kata Masjaya.

Salah satunya berkaitan dengan pendampingan peningkatan kualitas angkatan kerja masyarakat Kaltim untuk bisa mendapatkan sertifikat. Sehingga bisa ikut beraktivitas dalam pembangunan IKN. “Unmul saat ini sudah melakukan pendampingan pengembangan pemberdayaan masyarakat di Kecamatan Sepaku. Namun ternyata yang daftar dan terlibat masih sedikit. Hanya sekitar 400 orang, sementara kebutuhan banyak sekali,” ujarnya.

Ia menyayangkan jika pembangunan nanti diisi pekerja dari luar, apalagi waktunya sangat mendesak. “Saya kira semua asosisasi harus punya pikiran yang sama, tidak semata-mata memikirkan proyek, tetapi juga mengangkat derajat masyarakat,” jelasnya. Dengan kolaborasi, diharapkan masyarakat Kalimantan Timur bisa menjadi pemain utama, bukan menjadi penonton.

Prof Masjaya juga mendiskusikan hal-hal yang menjadi penghambat dengan Apindo Kaltim, yang akan disampaikan ke Badan Otorita supaya mendapat perlakuan khusus. “Soal bagaimana pendirian Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di Kaltim yang terhambat, kita akan minta supaya ada afirmasi atau perlakuan khusus demi masyarakat kaltim, tentunya tidak asal afirmasi,” ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan tingginya biaya yang harus dikeluarkan seandainya untuk memenuhi SDM, harus mengirimkan pemagangan di Pulau Jawa yang tentunya perlu biaya tinggi. “Afirmasi itu diperluan supaya aktivitas itu (sertifikasi dan pemagangan) dilakukan di Kaltim, karena di sini ada banyak lembaga yang mampu, Unmul bisa, Poltek juga ada, perusahaan banyak, Apindo juga bisa. Ini perlu didiskusikan (dengan Otorita),” jelasnya.

Sementara Ketua Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo menegaskan kolaborasi antara dunia industri dan perguruan tinggi demi kepentingan masyarakat Kalimantan Timur. “Tim Transisi IKN dan Apindo bisa berperan dalam menyiapkan SDM dan lainnya untuk kepentingan IKN,” ujar Slamet.

Sementara Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat, Prof. Bohari Yusuf menjelaskan, Unmul sudah terlibat
langsung dalam IKN mulai penyusunan UU hingga Peraturan Pemerintah. “Pak Rektor juga masuk Badan Otorita, Unmul juga masuk dalam setiap segmen. Contohnya pemberdayaan masyarakat dan sosial. juga kehutanan mangrove. Dengan Badan Pertanahan kita juga bekerja sama terkait permasalahan lahan,” jelas Bohari.

Dengan begitu banyak keterlibatannya, Unmul, sambung Bohari, tentu tidak bisa bekerja sendirian. Unmul selama ini juga menjadi mediator dan fasilitator bersama Otorita dan Bappenas. “Tentu akan menjadi perhatian kita, apalagi dengan kapasitasnya bisa menyuarakan dan membantu kepentingan daerah,” jawab Bohari terkait adanya aturan yang ‘mendiskriminasi’ pengusaha lokal dalam persyaratan tender IKN.

Bohari sepakat perlunya afirmasi bagi komponen masyarakat daerah agar bisa terlibat langsung dalam menyiapkan pembangunan ibu kota negara baru.

By admin

One thought on “LSP Minim, Badan Usaha Jasa Konstruksi Diambang Kematian”
  1. Mantaabs pembahasan lengkap dengan apa yang sudah dilakukan dan harapannya, serta akibatnya bila hal ini tidak terlaksana.
    Semoga semua elemen di Kaltim dapat berkontribusi dalam pembangunan IKN.
    Kita yang masyarakat lokal, tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi pelaku.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *