Ketua Serikat Pekerja Perkayuan (Kahutindo) Kaltim, Sukarjo (kanan) bersama Ketua Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo sebelum mengikuti Rapat Tripartit di Samarinda. 

 

APINDOKALTIM.COM – Keputusan pemerintah tentang penyelenggaraan perumahan rakyat mendapat penolakan luas. Ketua DPD Forum Serikat Pekerja Perkayuan dan Kehutanan Indonesia (FSP Kahutindo) Kaltim, Sukarjo menilai kebijakan itu ‘ngawur’.

Pernyataan itu disampaikan Sukarjo menjelang pertemuan tripartit membahas persoalan upah minimum regional (UMR) di Kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kaltim, Senin (13/7).

“Soal Tapera pemerintah ngawur. Tabungan untuk perumahan rakyat, kok pekerja sudah langsung bayar dengan iuran seperti itu,” katanya. Sukarjo mempertanyakan apakah pemerintah memang sudah menyiapkan rumah untuk peserta Tapera.

Salah satu alasan penolakan yang disampaikan ialah pekerja dalam hubungan kerja memiliki waktunya terbatas. “Kalau sudah terlanjur mengiur lalu putus hubungan kerja, kelanjutannya bagaimana? Kemana uang yang sudah dipotong itu?”

Sukarjo menilai kebijakan itu tepat jika ditujukan untuk PNS (ASN) yang bekerja kepada negara sampai pensiun. “Kalau kerja swasta ini bisa sewaktu-waktu diputus. Jelas kami menolak,” imbuh Sukarjo. Pernyataan SP Kahutindo sejalan dengan Apindo Kaltim. Ketua Apindo Kaltim, Slamet Brotosiswoyo telah menyatakan penolakan kebijakan itu, karena menambah beban pengusaha dan pekerja.

“Meskipun bagi swasta diberikan waktu paling lama diberlakukan 7 tahun lagi, namun harus kita suarakan mulai sekarang,” katanya. Kebijakan itu dinilai tidak masuk akal, karena harga properti 30 tahun mendatang pasti akan jauh lebih mahal.

“Katakan dalam sebulan pekerja dipotong 200 ribu, apa mungkin 30 tahun masa kerja ada rumah seharga Rp 72 juta?” katanya. Apalagi, imbuh Slamet, sudah ada BP Jamsostek yang juga punya program kredit rumah bagi pekerja.

Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat pada 20 Mei 2020 lalu. Dalam aturan tersebut dijelaskan, mulai tahun 2021, Badan Penyelenggara Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sudah bisa mulai memungut iuran untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Untuk tahap berikutnya, badan tersebut juga bakal memungut iuran kepada anggota TNI/Polri serta pegawai swasta dan pekerja mandiri. Pegawai negeri ataupun swasta bakal menjadi sasaran pemotongan gaji sebesar 2,5%. Sementara 0,5% iuran dibebankan kepada pemberi kerja.

Banyak pihak yang kontra terhadap kebijakan ini. Hal tersebut lantaran gaji karyawan telah dipangkas untuk beberapa iuran, seperti BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun. Selain itu juga gaji karyawan juga telah dipotong untuk PPh 21.

Fokus ASN

Sementara BP-TAPERA dalam keterangan resmi, akan lebih dahulu memfokuskan menangani kebutuhan perumahan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebelum mengelola tabungan perumahan masyarakat. Seiring dengan itu, BP-TAPERA juga harus membangun integritas dan kepercayaan publik sehingga menarik minat masyarakat luas.

Komisioner BP-TAPERA Adi Setianto mengatakan, pada langkah awal pekerjaan mereka akan lebih fokus menangani tabungan perumahan ASN. Hal ini sejalan dengan mandat dari Presiden Joko Widodo.

“Fokus pertama ASN, karena itulah yang langsung uangnya gajinya dari bank dipotong masuk ke kita, di depan mata dulu deh, sambil tunggu RP sedang digodok ” jelas Adi.

Dalam tiga bulan pertama tugas Komisioner dan Deputi Komisioner menyiapkan pondasi BP-TAPERA yang efisien dan produktif guna menjalankan kebijakan di bidang perumahan. Kedua, menyiapkan mekanisme pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan keuangan.

Menurutnya akan ada TAPERA khusus untuk simpanan saja dan ada juga yang digunakan untuk bantuan rumah. “Nanti banyak produk,” tambah Adi. Mengenai Bapertarum sendiri nantinya akan melebur bersamaan dengan BP-TAPERA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *